Ketua Umum PC Sumenep 2015-2016 |
Sistem pengkaderan PMII
adalah upaya pembelajaran yang terarah, terencana, sistematis, terpadu,
berjenjang dan berkelanjutan untuk mengembangkan potensi, mengasah kepekaan, melatih
sikap, memperkuat karakter, dan memperluas wawasan agar menjadi manusia yang
santun, cerdik, cendikia, terampil dan siap menjalankan roda organisasi untuk
mencapai cita-cita per juangannya.
Ada lima argumentasi
mengapa harus ada pengkaderan. Pertama, sebagai pewarisan nilai-nilai
(argumentasi idealis). Kedua, pemberdayaan anggota (argumentasi
strategis). Ketiga, memperbanyak anggota (argumnetasi praktis). Keempat,
persaingan antar kelompok (argumentasi pragmatis) dan yang kelima
sebagai mandataris organisasi (argumnetasi administrative).
Secara filosofis, pengkaderan PMII hendak mencipta manusia merdeka (independent). Sementara proses pengkaderan itu menuju pada satu titik, yakni mencipta manusia Ulul Albab. Pengertian sederhananya adalah manusia yang peka terhadap kenyataan, mengambil pelajaran dari pengalaman sejarah, giat membaca tanda-tanda alam yang kesemuanya dilakukan dalam rangka berdzikir kepada Allah SWT, berfikir dari berbagai peristiwa alam, sejarah masyarakat, serta firman-firman-Nya. Pengertian Ulul Albab ini disarikan dalam motto dizkir, fikir, amal sholeh.
Secara filosofis, pengkaderan PMII hendak mencipta manusia merdeka (independent). Sementara proses pengkaderan itu menuju pada satu titik, yakni mencipta manusia Ulul Albab. Pengertian sederhananya adalah manusia yang peka terhadap kenyataan, mengambil pelajaran dari pengalaman sejarah, giat membaca tanda-tanda alam yang kesemuanya dilakukan dalam rangka berdzikir kepada Allah SWT, berfikir dari berbagai peristiwa alam, sejarah masyarakat, serta firman-firman-Nya. Pengertian Ulul Albab ini disarikan dalam motto dizkir, fikir, amal sholeh.
PMII merupakan organisasi
kaderisasi dengan basis massa terbesar di Indonesia. Besarnya massa yang
dimiliki, menuntut PMII harus mampu mengantarkan warganya memahami realitas dirinya
sendiri dan dunia sekitarnya. Oleh karena itu, sistem pengkaderan di PMII
diarahkan pada terciptanya individu-individu yang merdeka, otonom, independen,
baik dalam bepikir, bersikap maupun berperilaku serta memiliki kapasitas dan
kepedulian berpartisipasi secara kritis dalam setiap aksi perubahan menuju tatanan
masyarakat yang PMII cita-citakan.
Kader merupakan ruh
organisasi (ahli waris nilai-nilai Ke-PMII-an). Pengkaderan di PMII harus
diformulasikan secara sistemik dan terencana. Pola pengkaderan di PMII haruslah
mengandung esensi dalam rangka memformulasikan tahapan jenjang kaderisasi yang
dibangun di atas kerangka pijakan yang jelas dan mesti dimiliki oleh kader.
Selain itu, pengkaderan PMII juga harus diproyeksikan pada terlaksananya pola
kaderisasi yang tersusun secara reguler dan berjenjang serta sesuai dengan visi
dan misi organisasi.
Problem mendasar PMII hari
ini adalah sulitnya mencari “kader ideologis”, yaitu berpegang teguh pada
nilai-nilai ahlusunnah waljamaah ala PMII. Harus diakui, pragmatisme yang
dibangun (disadari atau tidak) oleh beberapa kader atau alumni PMII yang mencoba
membangun loyalitas kader dengan setumpuk tawaran pragmatisme, telah mengakibatkan
kader-kader PMII mengalami deviasi (erosi idealisme dan moral) dari tujuan
semula sebagai organisasi kader. Kentalnya pragmatisme, membawa runtuhnya nilai-nilai
ideologis kader akan sistem nilai, keyakinan dan sikap yang selalu menjunjung
tinggi kebenaran, keadilan, dan kejujuran. Apapun taruhannya, hal ini
berimplikasi pada menurunnya kadar kritisisme pemikiran dan gerakan yang
membuat PMII mengalami degradasi cukup tajam di sana–sini.
Indikator termudah adalah
sulitnya kita mencari korelasi nyata antara sepak-terjang kader dengan basis
ideologi dan paradigma yang dimiliki PMII miliki. Hemat saya, dari beberapa
penglihatan sederhana dengan beberapa sahabat lainnya, ada kecenderungan besar
dari para pengurus atau kader PMII bahwa apa yang mereka lakukan selama ini,
lebih banyak merupakan “reaksi spontan” atas realitas yang terjadi, bukan
berdasarkan implementasi proses (hasil) pengkaderan sistemik dari PMII.
Artinya, PMII hanya mampu memberikan wadah saja untuk berkiprah, tetapi gagal
memberikan “atmosfir” kondusif yang mampu mendorong terciptanya proses dan
hasil kaderisasi yang terbaik sesuai dengan mekanisme atau pola pengkaderan
yang ada di PMII. Kalau toh kemudian ada beberapa kader PMII yang kritis, piawai
dalam gerakan aksi jalanan dan pemberdayaan, serta “melek wacana” (intelek),
itu lebih dikarenakan kuatnya kemauan dan kerja keras individu kader itu
sendiri, bukan imbas nyata dari proses pengkaderan terencana dan sistemik dari
PMII. Bahkan, yang lebih ekstrim, ada kecendrungan bahwa kalau mereka ingin mengasah
dan menambah kemampuan intelektual serta menemukan habitat yang kondusif bagi
pergulatan dengan segala discursus keilmuan, keislaman ataupun filsafat, harus
mencarinya ditempat lain di luar PMII. Mereka lebih banyak bergabung dengan kelompok
kajian-kelompok kajian yang didirikan oleh para mantan alumni PMII, komunitas
NU lainnya ataupun oleh kelompok diluar tradisi PMII atau NU sendiri. Begitu
pula dengan sahabat-sahabat kita yang sangat getol dengan “gerakan jalanan”,
lebih merasa punya eksistensi dan terakomodasi di berbagai organisasi semi
legal, bukan di PMII.
Fenomena di atas, sungguh
meresahkan, sebab PMII tidak lagi diyakini mampu mewadahi segebok idealisme
mahasiswa, baik dalam ranah pemikiran ataupun gerakan, justru kelompok kajian
dan organisasi semi legal yang tidak memiliki kaitan struktural apapun dengan
PMII yang mampu memberikan apa yang mereka butuhkan. Memang hal ini tidak bisa
digeneralisir sedemikian rupa, tetapi sekecil apapun kadar kecenderungan di
atas, tetap harus menjadi konsentrasi bersama dari seluruh pengurus dan aktifis
PMII dimanapun saja, agar fenomena ini tidak semakin menggelinding membentuk
bola salju yang kian membesar, dan pada satu saat nanti benar-benar mencerabut
tradisi kritisisme yang selama ini telah dibangun.
Dasar teologis, filosofis
maupun paradigmatik sistem dan pola pengkaderan di PMII sebenarnya sudah cukup
baik, bahkan oleh beberapa kalangan di luar PMII diakui cukup komplit, terpadu,
berbobot, dan dalam sisi metodologi cukup sistematis daripada yang ada di
organisasi kemahasiswaan lainnya. Namun, harus diakui bahwa persoalannya
kemudian adalah bagaimana mendia logkan sistem dan panduan pengkaderan sehngga
mampu melahirkan kader-kader yang ideologis, visioner, dan lain sebagainya sesuai
yang PMII cita-citakan.
Sejumlah persoalan di atas
merupakan realitas obyektif sebagai implikasi dari persentuhan PMII dengan
berbagai kondisi obyektif internal organisasi, kampus, dan lingkungan
sekitarnya. Sebagai upaya menjawab tantangan di atas maka seharusnya PMII
mendasarkan pola pengkaderannya pada kebutuhan lokal kader PMII di setiap
daerah masing-masing, pola pengkaderan yang melihat dan memadukan setiap
potensi, peluang, dan kecendrungan kader PMII untuk menjawab kelemahan –
kelamahan yang ada di PMII.
Betway Casino NZ Review - JTHub
BalasHapusBetway offers more 충주 출장샵 than 100,000 games, all licensed in 군포 출장안마 regulated 대구광역 출장안마 and regulated jurisdictions in 천안 출장마사지 the UK, Ireland, New Zealand, New Zealand, 상주 출장마사지